MAKALAH
DINAMIKA SOSIAL
Mata Kuliah : IAB/IBD
Dosen Pengampu : Sarja, S.Sos., MM.
Disusun Oleh :
Elok Rizki Maulida (141403008)
Maulida Hikayatun Nisa (141403013)
Nurmaliza (1414103016)
EKONOMI SYARI’AH
VI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI
NEGARA TEGAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LANDASAN
TEORI
Manusia
juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. dalam
ras,suku,agama,budaya,ekonomi,status sosial,jenis kelamin,jenis tempat tinggal.
Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam
masyarakat
Kesetaraan manusia bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki
tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia diciptakan dengan kedudukan
yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk
lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia sama derajatnya,kedudukan atau
tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut
terhadap Tuhan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
hakikat keragaman dan kesetaraan ?
2. Bagaimana
kemajemukan dalam dinamika sosial ?
3.
Bagaimana keragaman dan
kesetaraan kekayaan sosial budaya bangsa ?
4. Problem
apa yang di hadapi keragaman dan kesetaraan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
HAKIKAT
KERAGAMAN DAN KESETARAAN MANUSIA
1.
Makna Keragaman
Manusia
Keragaman berasal dari kata ragam. Keragaman
menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman
manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada
karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri
khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi,
misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat.
Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial
yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga
beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena
ada perbedaan, misalnya dalam ras,suku,agama,budaya,ekonomi,status sosial,jenis
kelamin,jenis tempat tinggal. Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur
yang membentuk keragaman dalam masyarakat. Keragaman individual maupun sosial
adalah implikasi dari kedudukan manusia,baik sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.
2.
Makna Kesetaraan
Manusia
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat.
Kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan
yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai
makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia
diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi
derajatnya dibanding makhluk lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia sama
derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna
adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui
adanya persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama
manusia.
B.
KEMAJEMUKAN
DALAM DINAMIKA SOSIAL BUDAYA
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial
manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka,
berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk (plural society)pertama kali
diperkenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri utama
masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara
fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah satuan
politik.
Konsep masyarakat majemuk Furnivall di atas ,
dipertanyakan validitasnya sekarang ini sebab telah terjadi perubahan
fundamental akibat pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Usman Pelly (1989) mengkategorikan masyarakat majemuk di suatu kota berdasarkan
dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.
Secara horizontal, masyarakat majemuk, dikelompokkan
berdasarkan:
a. Etnik
dan ras atau asal usul keturunan.
b. Bahasa
daerah.
c. Adat
Istiadat atau perilaku.
d. Agama.
e. Pakaian,
makanan, dan budaya material lainnya.
Secara vertical, masyarakat majemuk dikelompokkan
berdasarkan:
a. Penghasilan
atau ekonomi.
b. Pendidikan.
c. Pemukiman.
d. Pekerjaan.
e. Kedudukan
social politik.
Keragaman atau kemajemukkan, masyarakat terjadi
karena unsur-unsur seperti ras, etnik, agama, pekerjaan (profesi), penghasilan,
pendidikan, dan sebagainya. Pada bagian ini akan diulas tentang kemajemukan
masyarakat Indonesia karena unsur-unsur ras dan etnik.
1. Ras
Kata ras berasal dari bahasa Prancis dan Italia,
yaitu razza.Pertama kali istilah ras diperkenalkan Franqois Bernier, antropolog
Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan
kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Setelah itu, orang
lalu menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atau biologis.
Berdasarkan karakter biologis, pada umumnya manusia
dikelompokkan dalam berbagai ras. Manusia dibedakan menurut bentuk wajah,
rambut, tinggi badan, warna kulit, mata, hidung, dan karakteristik fisik
lainnya. Jadi, ras adalah perbedaan manusia menurut berdasarkan ciri fisik
biologis. Ciri utama pembeda antarras antara lain ciri alamiah rambut pada
badan, warna alami rambut, kulit, dan iris mata, bentuk lipatan penutup mata,
bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan muka, ukuran tinggi badan.
Misalnya, ras Melayu secara umum bercirikan sawo matang, rambut ikal, bola mata
hitam, dan berperawakan badan sedang. Ras negro bercirikan kulit hitam dan
berambut keriting.
Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat
objektif atau somatik. Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan
pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok
tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit,
mata, rambut, hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya mewakili
faktor tampilan luar.
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19,
para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu kaukasoid,
Negroid, dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras di dunia
ini dalam 10 kelompok, yaitu Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid,
Polynesia, Malenesia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen.
2. Etnik
atau suku bangsa
Koentjaraningrat (1990) menyatakan suku bangsa
sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem
interaksi, yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan
semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
F. Baart (1988) menyatakan etnik adalah suatu
kelompok masyarakat yang sebagian besar secara biologis mampu berkembang biak
dan bertahan, mempunyai nilai budaya, membentuk jaringan komunikasi dan
interaksi sendiri dan menentukan sendiri ciri kelompok yang diterima kelompok
lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Bila merujuk pendapat F. Baart di atas, identitas
kesukubangsaan antara lain dapat dilihat dari unsur-unsur suku bangsa
bawaan(etnictraits). Ciri-ciri tersebut meliputi natalitas (kelahiran) atau
hubungan darah, kesamaan bahasa, kesamaan adat istiadat, kesamaan kepercayaan
(religi), kesamaan mitologi, dan kesamaan totemisme.
C.
KERAGAMAN DAN KESETARAAN SEBAGAI KEKAYAAN SOSIAL DAN
BUDAYA BANGSA
Secara etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang
majemuk dengan jumlah etnik yang besar. Berapa persis jumlah etnik di Indonesia
sukar ditentukan. Sebuah buku pintar Rangkuman Pengetahuan Sosial Lengkap
menuliskan jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia ada 400 buah (Sugeng HR,
2006). Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya didasarkan sistem
lingkaran hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum
adat di Indonesia (Koentjaraningrat, 1990). Keanekaragaman kelompok etnik ini
dengan sendirinya memunculkan keanekaragaman kebudayaan di Indonesia. Jadi,
berdasarkan klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah
heterogen.
- Makna Keragaman dan Kesetaraan
1.1 Makna Keragaman
Keragaman berasal dari kata ragam yang menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia artinya: 1) tingkah laku; 2) macam, jenis; 3) lagu:
musik, langgam; 4) warna, corak; 5) (liny) laras (tata bahasa). Sehingga
keragaman berarti perihal beragam-ragam; berjenis-jenis; perihal ragam; hal
jenis.
Keragaman yang dimaksud disini adalah suatu kondisi
dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang,
terutama suka bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideology, adat kesopanan,
serta situasi ekonomi (Elly M.Setiadi 2008).
1.2
Makna Kesetaraan
Kesetaraan atau kesederajatan berasal dari kata
sederajat yang menurut KBBI artinya adalah sama tingkatan (pangkat, kedudukan).
Dengan demikian konteks kesederajatan di sini adalah suatu kondisi di mana
dalam perbedaan dan keragaman yang ada manusia tetap memiliki satu kedudukan
yang sama dan satu tingkatan hierarki (Elly M.Setiadi 2008).
- Keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial dan budaya
2.1 Keragaman sebagai kekayaan sosial dan budaya
Keragaman bangsa terutama karena adanya keragaman
etnik, disebut juga suku bangsa atau suku. Beragamnya etnik di Indonesia
menyebabkan banyak ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan
lainnya karena setiap etnis pada dasarnya menghasilkan kebudayaan. Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya.
Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya
seseorang. Artinya identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi,
budaya, kepercayaan, dan pranata yang dijalaninya yang bersumber dari etnik
dari mana ia berasal.
Namun dalam perkembangan berikutnya, identitas
sosial budaya seseorang tidak semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas
seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat
pendidikan, profesi yang digelutinya, dan lain-lain.Identitas etnik
lama-kelamaan bisa hilang, misalnya karena adanya perkawinan campur dan
mobilitas yang tinggi.
Keragaman adalah karakteristik sosial budaya
Indonesia. Selain keragaman, karakteristik Indonesia yang lain adalah sebagai
berikut (Sutarno, 2007) :
·
Jumlah penduduk
yang besar
·
Wilayah yang
luas
·
Posisi silang
·
Kekayaan alam
dan daerah tropis
·
Jumlah pulau
yang banyak
·
Persebaran pulau
Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya
Indonesia merupakan sebuah potensi kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga
terasa manfaatnya. Oleh karena itu, potensi tersebut perlu diwujudkan menjadi
kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang
ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya
kebanggaan nasional.
Untuk itu, sinergi segenap komponen bangsa dalam
melanjutkan pembangunan karakter bangsa (national and character building) yang
sudah dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat
jati diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya
saing. Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global dalam
internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat
sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuh suburkan internalisasi berbagai
nilai lokal dan global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya
pengembangan kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.
Dalam dunia kebidanan, keragaman merupakan suatu hal
yang memiliki keterkaitan erat dalam praktiknya melayani masyarakat. Seperti
yang kita tahu bahwa keragaman di Indonesia meliputi berbagai aspek kehidupan,
baik dalam aspek suka, bangsa, ras,
agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan, serta situasi ekonomi dimana
aspek-aspek tersebut menjadi unsur pembentuk masyarakat.
Dalam praktiknya, bidan akan berhadapan dengan
masyarakat luas yang di dalamnya terdapat begitu banyak keragaman. Bidan harus
bisa memahami bahwa keragaman masyarakat tersebut adalah kekayaan sosial serta
budaya Indonesia. Karena hal itulah dalam memeberikan pelayanan bidan harus
memperhatikan unsur keragaman masyarakat yang dihadapinya. Sehingga dapat
menjalin suatu hubungan yang baik antara bidan dan masyarakat yang menjadi
pasiennya. Selain itu bidan akan mudah diterima
oleh masyarakat serta memudahkannya dalam melakukan sosialisasi kesehatan.
2.2 Kesetaraan sebagai
Kekayaan Sosial dan Budaya
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan
keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang
dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama
yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi
manusia.
Pengakuan akan
prinsip kesetaraan dan kesedrajatan secara yuridis diakui dan dijamin oleh
Negara melalui UUD 1945. yaitu tertuang dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang
berbunyi ”Segala Warga Negara Bersamaan Kedudukannya Dalam Hukum dan
Pemerintahan dan Wajib Menjunjung Hukum Dan Pemerintahan itu dengan Tidak Ada
Kecualinya”. Dalam Negara demokrasi diakui dan dijamin pelasanaan
atas persamaan kedudukan warga Negara baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian secara yuridis maupun politis segala
warga Negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam bidang politik, hukum, pemerintahan,
ekonomi dan sosial.
Kesetaraan merupakan hal yang harus kita junjung
tinggi. Tidak terkecuali bagi seorang bidan. Dalam konsep pelayanannya, bidan
diharuskan untuk memberikan pelayan sebaik-baiknya kepada semua pasien serta
tidak membeda-bedakan bagaimana agama, pandangan politik, fisik, maupun status
ekonomi pasien. Karena dengan mengutamakan kesetaraan akan timbul suatu
chemistry antara bidan dengan masyarakat yang ada disekitarnya. Disini bidan
memiliki peran penting dengan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat
tentang pentingnya menjunjung kesetaraan.
D. PROBLEMATIKA KERAGAMAN DAN
KESETARAAN SERTA SOLUSINYA DALAM KEHIDUPAN
1.
Problematika Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan
Keragaman masyarakat adalah suatu kenyataan
sekaligus kekayaan dari bangsa. Van De Berghe menjelaskan bahwa masyarakat
majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai
berikut :
a) Terjadinya
segmentasi ke dalam kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda.
b) Memiliki
struktur social yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer.
c) Kurang
mengembangkan consensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai
social yang bersifa dasar.
d) Secara
relative, sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lain.
e) Secara
relative, integrasi social tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di
dalam bidang ekonomi.
f) Adanya
dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Keragaman budaya daerah memang memperkaya khazanah
budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang
multikultural. Tetapi, kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah
dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial.
Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas
dua fase, yaitu fase disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada
adanya perbedaan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok.
Disintegrasi merupakan fase dimana sudah tidak dapat lagi disatukan pandangan,
nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan antar
kelompok.
Salah satu hal penting dalam meningkatkan pemahaman
antarbudaya dan masyarakat ini adalah sedapat mungkin dihilangkan
penyakit-penyakit budaya. Penyakit budaya tersebut adalah etnosentrisme
stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan scape goating.
Etnosentrisme atau
sikap etnosentris diartikan sebagai suatu kecenderungan yang melihat nilai atu
norma kebudayaan sendiri sebagai suatu yang mutlak sereta menggunakannya
sebagai tolok ukur kebudayaan lain. Etnosentrisme adalah
kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain dengan
standar budayanya sendiri.
Stereotip adalah pemberian tertentu terhadap
seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif. Pemberian sifat itu
bisa positif maupun negatif. Allan G Johnson menegaskan bahwa stereotip adalah
keyakinan seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang
cenderung negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oelh pengetahuan dan
pengalaman tertentu. Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang cenderung negatif
atau bahkan merendahkan kelompok lain. Yang termasuk problematika yang perlu
diatasi adalah stereotip yang negatif atau memandang rendah kelompok lain.
Konsep stereotip ini dalam bentuk lain disebut stigma atau cacat. Stigmatisasi
oleh sekelompok orang kepada kelompok lain cenderung negatif.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil
masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu :
§ Semangat
religious
§ Semangat
nasionalisme
§ Semangat
pluralisme
§ Semangat
humanism
§ Dialaog
antar umat beragama
§ Membangun
suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antaragama,
media massa, dan harmonisasi dunia.
2.
Problem Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan
Kesederajatan atau kesetaraan adalah suatu sikap
untuk mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban sebagai sesame
manusia. Indikator kesedarajatan adalah sebagai berikut :
a. Adanya
persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan golongan
b. Adanya
persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak.
c. Adanya
persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat.
Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya
adalah munculnya sikap dan perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan
derajat, hak, dan kewajiban anatr manusia atau antar warga. Perilaku yang
membeda-bedakan orang disebut diskriminasi.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, yang
langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pada pengurangan,
penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan HAM dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hokum, social, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Program pembangunan jangka menengah nasional (RPJMM)
2004-2009 memasukkan program penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk
sebagai program pembangunan bangsa. Berkaitan dengan ini, arah kebijakan yang
diambil adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan
upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi termasuk ketidakadilan gender
bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum tanpa
terkecuali.
b. Menerapkan
hukum dengan adil melalui perbaikan system hokum yang professional, bersih, dan
berwibawa.
Penghapusan diskriminasi dilakukan melalui pembuatan
peraturan perundang-undangan yang anti diskriminitif serta
pengimplementasiannya di lapangan. Contohnya adalah Undang-undang No. 7 Tahun
1984 tentang Ratifikasi atas Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala
Bentuk Dikriminasi Terhadap Perempuan. Contoh lain adalah dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 yang merupakan ratifikasi
atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial.
Pada tataran operasional, upaya mewujudkan persamaan
di depan hokum dan penghapusan diskriminasi rasial antara lain ditandai dengan
penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) melalui
Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996 dan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1999.
Untuk mencegah terjadinya perilaku diskriminatif
dalam rumah tangga, antara lain telah ditetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hakikat
keragaman dan kesetaraan manusia
(1) Keragaman
manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada
karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri
khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi,
misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat. (2) Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat.
Kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan
yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai
makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia
diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi
derajatnya dibanding makhluk lain. Di
hadapan Tuhan, semua manusia sama derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat ketakwaan
manusia tersebut terhadap Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar